Kamis, 10 Januari 2008

Islam, Perjuangan Orang Biasa


Para nabi dan rasul umumnya berasal dari kalangan “orang biasa” dan mengamban missi yang luar biasa yakni mereka hadir untuk menzahirkan “sistem selamat-sejahtra” yang menjamin rasa keadilan, kesejahtraan, dan ketentraman ummat, lahir dan batin. Mereka datang dengan konsep universal yang “rahmatan lill alamin” berhadapan dengan pola pikir dan sikap manusia jahiliah.

Untuk menzahirkan konsep itu, tidak sesederhana apa yang dibayangkan. Tidak sesederhana seperti cerita-cerita dongeng yang hanya mengandalkan kemampuan mistik seorang tokoh semata, lalu dengan aji sim-salabim saja dapat menciptakan perubahan. Sekali lagi para nabi dan rasul adalah orang biasa yang mencontohkan hidup itu punya tujuan dan untuk mencapai tujuan melalui perjuangan dan pengorbanan.

Bahkan untuk mewujudkan cita-citanya, mereka harus berhadapan dengan kekuasaan yang sudah mapan. Apakah itu kekuasaan firaunisme (otoritarian), kekuasaan samirisme (cendikia munafik), dan berbagai turunan dari kedua jenis kekuasaan di atas yang selalu berujung kepada chaos kemanusiaan. Intinya para nabi dan rasul hadir, bukan sekedar memperbaiki akhlak pribadi manusia, akan tetapi lebih dari itu, dia selalu hadir untuk meluruskan peradaban yang sudah dibelokkan oleh konsep yang didasari oleh nafsu.

Setiap seorang rasul hadir di dunia ini, bertujuan mengembalikan posisi peradaban ke fitrahnya semula setelah didistorsi oleh kaum yang menyimpan dari visi rasul sebelumnya, yaitu menzahirkan “selamat-sejahtra (baca:islam)” sebagai sebuah sistem dalam mengatur peradaban ini.

Mereka bisa meraih dukungan yang luas dari ummat, tentu karena hal yang disampaikan adalah jawaban terhadap kebutuhan dan permasalahan ummat manusia dan bahasa yang disampaikan adalah bahasa kaum (bahasa orang biasa), sehingga sangat mudah dicerna, bukan bahasa “sihir” sebagaimana dituduhkan orang-orang kafir terhadap rasul. Tidak dipungkiri adanya bantuan “langit” dalam mengemban missi wahyu itu, akan tetapi kalo wahyu itu disampaikan dengan bahasa langit, mustahil akan dicerna oleh bumi yang kecil.

Allah SWT. Juga telah menyerukan untuk menyampaikan kebenaran dalam bahasa kaum. Itulah mungkin yang menjadi dasar kenapa nabi dan rasul selalu dipilih dari kalangan orang biasa yang bersahaja.
Memang Muhammad SAW adalah rasul terakhir, dan tidak ada lagi rasul di belakangnya. Akan tetapi missi dan risalah kerasulan ini terus berjalan di emban oleh muslim tanpa harus bergelar rasul, karena para rasul telah mencontohkan bahwa mereka berasal dari kalangan orang biasa yang kemudian diberi kemuliaan karena cita-citanya yang luhur dan universal, perjuangan dan pengorbanannya yang ikhlas, bukan hanya untuk kemanusiaan, tapi rahmat bagi seluruh alam.

Sampai akhir saman, masalah dan tantangan peradaban ini tetap sama, yakni pembelokan sejarah peradaban oleh konsep “nafsu” adalah siklus peradaban. Maka perjuangan untuk meluruskan peradaban tetap menjadi kebutuhan dari masa ke masa.

Islam hanya akan menjadi cerita dongeng bahkan bagian dari distorsi sejarah, ketika mainstream yang mengemuka mewakili identitas islam adalah cerita-cerita mistik para wali yang konon mewarisi mu’jisat rasul, di saat berjuang. Padahal mu’jisat bukanlah hak paten seseorang akan tetapi dia adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang dinampakkannya pada diri seseorang yang memperjuangkan kebenaran. Mu’jisat adalah tanda kebesaran Allah bagi orang yang berakal. Akan tetapi bagi yang irrasional, tentu mu’jisat itu dimaknai sebagai sebuah ilmu sihir.

Mu’jisat itu juga hendaknya menjadi pelajaran kultural yang bisa dipetik hikmahnya. Misalnya saja ketika kaum nabi musa mengalami kekurangan air dan kehausan, maka hanya dengan menghempaskan tongkatnya, muncullah mata air di 12 penjuru wilayah dan tiap kaum mengetahui dimana tempat minumnya. Ini bermakna bahwa tongkat atau kekuasaan itu fungsinya bukan untuk di genggam, namun harus digerakkan untuk kemaslahatan rakyat secara keseluruhan.

Hanya dengan memaknai perjuangan rasul seperti itu kita bisa memahami bahwa kita orang biasa sama juga seperti nabi dan rasul yang mempunyai missi sebagai pejuang di muka bumi untuk menzahirkan kebenaran, keadilan, keselamatan dan kesejahtraan ummat.

Meskipun ada beberapa keturunan nabi diberi kemuliaan menjadi pewaris, itu bukan karena persoalan darah dan keturunan, akan tetapi karena mereka telah mengalami internalisasi sosial-kemanusiaan untuk menerima kemuliaan sebagai seorang nabi. Di dalam Al-Quran Allah telah memperingati keras kepada keturunan nabi, ahli kitab, dan orang-orang yang merasa berhak atau yang mengklaim memiliki hak paten mewarisi nabi, meski tidak mengalami internalisasi apapun untuk untuk hal itu. Allah mengatakan “apakah kamu yang menentukan dimana dan kepada siapa nikmat-Ku akan ku turunkan ?”.

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar